Jumlah penduduk sangat besar, ekonomi maju, dan tingginya daya beli masyarakat, membuat China menjadi target pasar empuk bagi sejumlah perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya.
Hal itu pula yang dibidik PT Nyonya Meneer untuk memperluas bisnis jamunya di Tiongkok pada pertengahan tahun ini.
Charles Saerang, Presiden Direktur sekaligus CEO PT Nyonya Meneer mengatakan, perusahaannya akan masuk ke China dengan mengandalkan jamu yang dikemas dalam produk makanan dan minuman. Hal ini dilakukan untuk mempermudah Nyonya Meneer mendapatkan izin memasarkan produknya dari pemerintah China.
"Kami akan menggunakan izin memasarkan produk makanan dan minuman untuk memasarkan produk Nyonya Meneer. Karena, selama ini produk jamu dari Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan izin masuk ke China," ungkap Charles, Kamis (5/4/2012) lalu.
Nyonya Meneer pun telah mengembangkan es krim jamu sebagai salah satu produk jamu dalam kemasan makanan untuk diekspor ke Negeri Panda itu.
"Kami sudah punya beberapa produk jamu dalam kemasan makanan dan minuman untuk diekspor. Untuk raw material (bahan baku), kami akan bekerjasama dengan distributor lokal di China, sesuai regulasi di negera itu," jelasnya.
Dia mengungkapkan, China memiliki potensi pasar jamu yang besar, diperkirakan mencapai hingga Rp 50 triliun per tahun. Jumlah tersebut hampir lima kali lipat dari omzet jamu di Ikndonesia pada 2011, yang hanya mencapai Rp 11, 5 triliun.
Buka pabrik jamu
Charles pun berani menargetkan, Nyonya Meneer dapat meningkatkan omzetnya hingga Rp 1 triliun per tahun, setelah memasukan produk yang berbahan dasar temulawak, jahe, pegagan, kencur dan daun sambiloto. Pasalnya, saat ini, masyarakat China sangat membutuhkan bahan baku tersebut.
R
"Bahan baku seperti ini tidak dapat tumbuh di China yang memiliki empat musim," katanya.
Untuk memuluskan langkah ekspansi tersebut, Charles mengaku telah menandatangani nota kesepahaman pendistribusian produk jamu dengan China Chamber of Commerce for Import and Export of Medicines and Health Product (CCCHMPHPIE).
"Saat ini, omzet ekspor kami berupa produk jadi dan bahan baku pembuatan jamu mencapai Rp 50 miliar. Produk itu kami ekspor ke sejumlah negara di Asia, Eropa dan Amerika," ujarnya.
Charles mengatakan, tidak tertutup kemungkinan Nyonya Meener akan membangun pabrik pengolahan jamu di China. Tentunya, kata dia, jika mereka mendapatkan kemudahan dari pemerintah setempat.
"Kalau diberi kemudahan berupa izin dan lahan, saya akan datang ke China untuk membangun pabrik," ujgarnya.
Di Indonesia sendiri, perusahaan yang didirikan oleh almarhum Lauw Ping Nio ini telah memiliki 300 produk jamu. Dari ratusan produk tersebut, dan 60% di antaranya adalah produk jamu yang menyasar konsumen wanita.
Hingga saat ini, Nyonya Meneer mengklaim menguasai pangsa pasar (market share) jamu untuk wanita dengan porsi hingga 34%. Produk unggulan Nyonya Meneer sendiri adalah jamu untuk persalinan, yang memiliki omzet sekitar 400.000 bungkus per tahun, dan minyak telon yang terjual sekitar 3 juta botol per bulan. (*)
Source : Kompas.com
Hal itu pula yang dibidik PT Nyonya Meneer untuk memperluas bisnis jamunya di Tiongkok pada pertengahan tahun ini.
Charles Saerang, Presiden Direktur sekaligus CEO PT Nyonya Meneer mengatakan, perusahaannya akan masuk ke China dengan mengandalkan jamu yang dikemas dalam produk makanan dan minuman. Hal ini dilakukan untuk mempermudah Nyonya Meneer mendapatkan izin memasarkan produknya dari pemerintah China.
"Kami akan menggunakan izin memasarkan produk makanan dan minuman untuk memasarkan produk Nyonya Meneer. Karena, selama ini produk jamu dari Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan izin masuk ke China," ungkap Charles, Kamis (5/4/2012) lalu.
Nyonya Meneer pun telah mengembangkan es krim jamu sebagai salah satu produk jamu dalam kemasan makanan untuk diekspor ke Negeri Panda itu.
"Kami sudah punya beberapa produk jamu dalam kemasan makanan dan minuman untuk diekspor. Untuk raw material (bahan baku), kami akan bekerjasama dengan distributor lokal di China, sesuai regulasi di negera itu," jelasnya.
Dia mengungkapkan, China memiliki potensi pasar jamu yang besar, diperkirakan mencapai hingga Rp 50 triliun per tahun. Jumlah tersebut hampir lima kali lipat dari omzet jamu di Ikndonesia pada 2011, yang hanya mencapai Rp 11, 5 triliun.
Buka pabrik jamu
Charles pun berani menargetkan, Nyonya Meneer dapat meningkatkan omzetnya hingga Rp 1 triliun per tahun, setelah memasukan produk yang berbahan dasar temulawak, jahe, pegagan, kencur dan daun sambiloto. Pasalnya, saat ini, masyarakat China sangat membutuhkan bahan baku tersebut.
R
"Bahan baku seperti ini tidak dapat tumbuh di China yang memiliki empat musim," katanya.
Untuk memuluskan langkah ekspansi tersebut, Charles mengaku telah menandatangani nota kesepahaman pendistribusian produk jamu dengan China Chamber of Commerce for Import and Export of Medicines and Health Product (CCCHMPHPIE).
"Saat ini, omzet ekspor kami berupa produk jadi dan bahan baku pembuatan jamu mencapai Rp 50 miliar. Produk itu kami ekspor ke sejumlah negara di Asia, Eropa dan Amerika," ujarnya.
Charles mengatakan, tidak tertutup kemungkinan Nyonya Meener akan membangun pabrik pengolahan jamu di China. Tentunya, kata dia, jika mereka mendapatkan kemudahan dari pemerintah setempat.
"Kalau diberi kemudahan berupa izin dan lahan, saya akan datang ke China untuk membangun pabrik," ujgarnya.
Di Indonesia sendiri, perusahaan yang didirikan oleh almarhum Lauw Ping Nio ini telah memiliki 300 produk jamu. Dari ratusan produk tersebut, dan 60% di antaranya adalah produk jamu yang menyasar konsumen wanita.
Hingga saat ini, Nyonya Meneer mengklaim menguasai pangsa pasar (market share) jamu untuk wanita dengan porsi hingga 34%. Produk unggulan Nyonya Meneer sendiri adalah jamu untuk persalinan, yang memiliki omzet sekitar 400.000 bungkus per tahun, dan minyak telon yang terjual sekitar 3 juta botol per bulan. (*)
Source : Kompas.com