Laman

Penting nih! Penanganan Pasca Panen

 


Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Penyortiran (segar)

Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.

Pencucian

Pencucian bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

a. Perendaman bertingkat
Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.

b. Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan.

c. Penyikatan (manual maupun oto-matis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pem-bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.

Penirisan/pengeringan
Setelah pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus untuk bahan rimpang pen-jemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai pengeringan dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai standar perdagangan, karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :
Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.
Mutu II : bobot 150 - 249 g/rim-pang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.
Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.

Untuk ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada umur 3 - 4 bulan, karena pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit. Mutu jahe yang diinginkan adalah bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran bahan langsung dikemas dengan menggunakan jala plastik atau sesuai dengan permintaan. Di samping dijual dalam bentuk segar, rimpang juga dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang dikeringkan. 

Perajangan

Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.

Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. 

Demikian pula dengan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.

Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 500C. Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi surya, dimana suhu pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 450C dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun oven. Untuk irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai peren-aman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi kur-kuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah peng-uapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya 13,18% dan kur-kumin 1,89%. Di samping meng-gunakan sinar matahari langsung, penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada suhu 40 - 500C. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, di-bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun atau herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.

Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8 - 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
Penyortiran (kering).
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.

Pengemasan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode pe-nyimpanan.

Penyimpanan

Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.
Suhu gudang tidak melebihi 300C.
Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang disimpan harus dicegah.
(Sumber: Warta Puslitbangbun Vol.13 No. 2, Agustus 2007)