Kecerdasan spiritual, seperti halnya kecerdasan intelektual atau kecerdasan emosional yang sering didengung-dengungkan banyak orang, merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk kesehatan kita secara menyeluruh. Seseorang dikatakan cerdas spiritualnya, jika menyadari kehadiran Tuhan di sekitarnya dan memberi makna dalam kehidupannya.
Sayangnya di Indonesia, kecerdasan spiritual lebih sering diartikan rajin sholat, rajin beribadah, rajin ke masjid, pokoknya yang menyangkut agama. Jadi kecerdasan spiritual dipahami secara keliru. Padahal kecerdasan spiritual itu adalah kemampuan seseorang untuk memberikan makna dalam kehidupannya, tetap bahagia dan bersyukur dalam situasi apapun tanpa tergantung kepada situasinya.
Dikatakan seseorang cerdas spiritual, selain itu adalah senang berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemukan tujuan hidupnya, jadi merasa memikul sebuah misi yang mulia kemudian merasa terhubung dengan sumber kekuatan di alam semesta, yaitu Tuhan pemilik bumi, langit dan seisinya.
Penelitian telah dilakukan sehingga muncul aliran di dalam psikologi yang membuat terapi baru. Dulu kalau ada orang depresi diobati dengan obat anti depresi seperti prozak, sekarang cukup disuruh beramal, menolong orang lain, ternyata terjadi perbaikan. Dengan menolong dan beramal, dia menemukan bahwa hidupnya bermakna, dan itu memberikan kepuasan pada batinnya sehingga sistem fisiologi tubuh berangsur berubah menjadi lebih baik.
Beberapa ahli lain mengatakan, seseorang yang cerdas spiritualnya yaitu seseorang yang dekat dengan Tuhan, oleh karenanya dia selalu berada di zona ikhlas, yang mensyaratkan tiga hal, yaitu:
-Gelombang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha,
-Sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan,
-Tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melatonin dalam komposisi yang pas.
Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciri-ciri kecerdasan spiritual akan muncul.
Tanpa ketiga syarat tersebut diatas agak sulit dipercaya jika seseorang dikatakan cerdas spiritualnya. Misalnya seseorang yang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortison,yaitu hormon yang muncul pada saat orang stress. Mestinya seseorang yang dekat dengan Tuhan lebih banyak berada dalam kondisi kusyuk, kondisi rileks dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA (Dehidroepiansterone) adalah hormon bahan dasar pembuatan hormon testosteron dan estrogen , serotonin, endorfin, dan melatonin, hormon-hormon yang membuat seseorang tenang dan bahagia.
Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, CD, mendengarkan ceramah-caramah Pendeta dan Ulama, tetapi harus dipraktekkan, berkumpul dengan komunitas orang-orang yang cerdas spiritualnya, dan saling nasehat menasehati untuk saling mengingatkan didalam lingkungannya. Melatih kecerdasan piritual juga bisa lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelombang otak dari Beta ke Alfa-Tetha sehingga membuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik.
Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa–Tetha. Kalau hal itu berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah terasa terharu. Memunculkan perasaan mudah bersyukur kepada situasi apapun sangat penting, untuk mengendalikan stress dalam kehidupan sehari-hari. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. Semakin orang itu cerdas spiritualnya, semakin orang itu dapat mengendalikan stressnya, dan semakin sehatlah tubuhnya.