Laman

Perusahaan yang Tahan Banting adalah Perusahaan Jamu: The Living Company


A. B. Susanto*


Perusahaan apakah yang tahan banting terhadap perubahan jaman dan bertahan hidup di Indonesia ?  Salah satunya adalah perusahaan jamu. Apalagi tren back to nature yang melanda dunia, membuat industri fito farmaka berkembang pesat. Dan ini merupakan celah untuk merambah pasar global.   
           
         Jamu sudah menjadi ciri di bidang sosial dan budaya Indonesia. Perusahaan jamu di Indonesia dirintis sejak tahun 1825. Sekitar tahun 1900-an, pabrik-pabrik jamu lainnya mulai berdiri, seperti Jamu Jago, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambon, Jamu Bukit Mentjos, dan Tenaga Tani Farma (Aceh). Hingga saat ini, produsen, penyalur, dan pengecer jamu mencapai lebih dari 908 unit usaha. Yang terdiri dari 75 unit industri besar dan 833 industri kecil.
            
          Alam Indonesia merupakan pabrik alam yang luar biasa kaya akan sumber daya alam. Tingginya kandungan lokal dalam bahan baku menyebabkan relatif stabilnya pasokan bagi industri ini yang pada gilirannya menjamin kontinuitas dan kestabilan volume produksi. Apalagi bagi pemain besar yang banyak menggabungkan falsafah kuno tentang jamu dan obat-obatan dengan perkembangan teknologi manufaktur.

           Jamu Iboe yang didirikan tahun 1910 misalnya, mengkombinasikan filosofi ramuan jamu tradisional Indonesia dengan pemanfaatan mesin gerabah dan mesin giling sejak tahun 1950-an. Juga melakukan terobosan teknologi dengan menggunakan aluminium foil untuk mengemas produksi. Dengan proses otomatisasi yang dilakukan, selain akan menjamin terpenuhinya kuantitas produksi, juga meningkatkan higienitas dan standar mutu jamu yang dihasilkan.
           
            Mengantisipasi perubahan selera konsumen, produsen besar jamu berlomba-lomba mengembangkan produk dengan penelitian dan pengembangan yang didukung oleh dukungan dana (Sido Muncul misalnya menganggarkan tidak kurang dari 3 milyar), fasilitas dan tenaga yang profesional. Tahun 1979 PT Jamu Iboe Jaya mulai menggalakkan riset laboratorium untuk menghasilkan jamu yang bermutu tinggi. Tahun berikutnya (1980) Jamu Iboe Jaya mendirikan PT. Iboe Sativa Camilind untuk memproduksi jamu dengan bentuk alternatif. Jamu Jago yang berdiri sejak tahun 1918 mengeluarkan satu produk baru untuk masuk angin, basmangin, yang diproduksi dalam bentuk cair dalam sachet. PT Sido Muncul kini memiliki serangkaian produk dengan jumlah keseluruhan tidak kurang dari 150 produk, seratus produk diantaranya generik. Sedangkan yangbranded di antaranya Kuku Bima, Tolak Angin, STMJ, Anak Sehat, dan sebagainya.
               Upaya merubah citra ”tradisional” juga dilakukan dengan promosi yang diharapkan dapat memperluas pasar jamu. Sido Muncul memunculkan iklan untuk memperluas pengguna ke pasar ”intelek”, dan Nyonya Meneer, yang berdiri sejak 1918 mengemas sampai dengan membuka gerai Meneer Cafe. Secara makro, inovasi ini merevitalisasi industri jamu secara keseluruhan, meskipun omzet dari industri jamu memang tidak sebesar industri obat dan rokok misalnya. Industri jamu nasional diperkirakan beromset sekitar Rp. 2,5 triliun tetapi dengan jumlah pelaku yang luar biasa banyaknya (650-an), bandingkan dengan industri farmasi yang hanya memiliki 250 pemain tetapi dengan omset Rp. 16-18 triliun.
Produsen jamu umumnya fleksibel dalam bermitra dengan pihak lain seperti pemasok bahan baku dan distributor. Jamu Iboe sudah sejak tahun 1938-an melakukan ekspansi pemasaran ke luar Jawa, dimulai dari Pulau Bali. Bahkan pada masa kemerdekaan (1945) berhasil mendirikan 11 cabang dan 1000 agen dan memanfaatkan surat kabar sebagai media beriklan. Dalam membina hubungan Sido Muncul misalnya, hampir setiap lebaran mengadakan mudik gratis bagi ribuan penjual jamu se-Jabotabek.
            Sebagai entitas bisnis yang terus ingin melangkah maju, Sido Muncul meletakkan basis performa perusahaan kepada inovasi. Pertama-tama, komitmen. Kalau orang memiliki komitmen, dia akan menghasilkan konsentrasi dan kreativitas. Dan kalau kreatif dirinya akan inovatif. Dan jika inovatif akan menghasilkan perbaikan (improvement).

The Living Company
Paparan mengenai perusahaan-perusahaan jamu di Indonesia, sepintas selaras dengan penuturan Arie de Geus dalam The Living Company: Habits For Survival In A Turbulent Business Environment: respek terhadap inovasi dan pembelajaran.
Tidak ada posisi bersaing yang selamat dari kemungkinan untuk ditiru (replication) atau digantikan (replacement). Oleh sebab itu, agar dapat bertahan perusahaan harus selalu adaptif dan terus menerus mengembangkan diri serta produk-produknya. Dengan kata lain, perusahaan harus terus-menerus mencari cara untuk menciptakan dan mewujudkan nilai (value) melalui inovasi tiada henti. Kemampuan untuk segera tanggap terhadap perubahan merupakan persyaratan agar perusahaan tetap bisa bertahan.

Idealnya, peningkatan usia organisasi mempunyai dampak positif pada kemampuan organisasi berinovasi. Karena dengan adanya akumulasi pengetahuan dan pengalaman, organisasi yang lebih tua relatif lebih mampu mengenali dan mengasimilasikan gagasan-gagasan baru, demikian pula dengan kemampuannya mengubah informasi, gagasan, dan pengetahuan menjadi inovasi. Ditunjang dengan akumulasi pengalaman dalam produksi, hubungan yang lebih lama dengan para pemasok dan pelanggan, dan tenaga kerja yang lebih berpengalaman membuat tidak heran bila semakin tinggi usianya, semakin kuat pula dominasi organisasi tersebut.
               Dampak peningkatan usia organisasi pada keselarasan antara organisasi dengan lingkungan bergantung pada laju penyesuaian internal organisasi dengan laju perubahan lingkungan. Oleh sebab itu kesenjangan antara kompetensi organisasional dengan tuntutan lingkungan juga meningkat sejalan dengan waktu. Kombinasi pengaruh dari apa yang sudah terekam oleh organisasi, inersia, serta perubahan lingkungan menyebabkan teknologi inti organisasi yang tua akan menjadi usang.
               Teknologi inti, struktur dan proses dari organisasi merefleksi keputusan-keputusan awal saat organisasi didirikan, demikian pula praktek-praktek yang berlaku. Bila organisasi relatif lamban (untuk berubah) maka keputusan-keputusan serta praktek-praktek yang dibawa sejak organisasi berdiri masih tetap berlaku. Akibatnya, ketika lingkungan eksternal berubah dengan cepat, keselarasan antara organisasi dengan lingkungannya akan menurun, menyeret organisasi tersebut pada keusangan. Sehingga dalam prakteknya, tidak jarang peningkatan usia organisasi berdampak pada berkurangnya kemampuan organisasi menghasilkan inovasi yang berarti.
Sebagian besar perusahaan jamu di Indonesia merupakan perusahaan keluarga yang saat ini sudah mencapai generasi ketiga dan beberapa sudah melibatkan generasi ke empat. Memasuki generasi ke empat merupakan periode yang dianggap kritis karena banyak perusahaan yang hanya mampu sampai generasi ke tiga. Untuk menghindari konflik regenerasi penunjukan putra mahkota sejak awal bisa menjadi solusinya. Apalagi, di Indonesia fenomena putera mahkota yang berasal dari keluarga diterima sebagai suatu kewajaran dan tidak dipersoalkan sepanjang mempunyai persyaratan minimum untuk memegang kendali bisnis. Dengan jelasnya siapa putra mahkota, maka fokus berikutnya adalah mempersiapkan kemampuannya. Biasanya generasi ini sudah mengadopsi prinsip-prinsip manajemen profesional dan modern. Dengan power dan privilese yang dimiliki, seorang putra mahkota dapat melakukan terobosan untuk mematahkan tradisi yang sudah mengakar dalam perusahaan, yang sulit dilakukan oleh para profesional yang bekerja di perusahaan itu.
               Idealnya, bisnis atau perusahaan adalah "makanan untuk kehidupan" dan bukan sekedar "pekerjaan". Oleh karena itu, kalau kita menginginkan suatu perusahaan mencapai usia berabad-abad, hal utama pertama yang harus dilakukan adalah memperlakukan perusahaan sebagai suatu makhluk hidup – bukan sebagai mesin uang. Selanjutnya, hanya mereka yang mampu menyesuaikan diri yang sanggup bertahan. <Eksekutif>

*Managing Partner The Jakarta Consulting Group